biarlah gelas menjadi saksi; betapa ku mencinta(mu)

biarlah gelas menjadi saksi; betapa ku mencinta(mu)
karena cinta yang sederhana tidak pernah menuntut.

Sabtu, 19 November 2011

kala....

Kala Kau menatapku, ada cinta. Tapi di mataku, bukan matamu..
Kala jemari kita bersentuhan, meski hanya dalam salam persekutuan standar setelah ibadah minggu, ada cinta. Tapi di hatiku, bukan hatimu..

Aku tidak mengerti, apa ini yg namanya cinta bertepuk sebelah tangan. Sakit? Sudah barang tentu. Kau tak kan pernah tau betapa sakitnya. Bisa kau bayangkan, aku mencintainya. Pertama kali dalam sejarah kehidupan remajaku. Mencintai. Bukan sekedar cinta monyet, bukan sekedar cinta palsu. Bukan sekedar cinta anak kecil culun dan cupu.

Aku ingin masa-masa itu terulang. Masa di kala kau menatapku, dan kemudian bumi seolah berputar lebih lambat, seolah bumi lelah menjadikan matahari sebagai porosnya, dan kemudian menjadikanmu sebagai porosnya yang baru.

Tapi bisakah aku meminta padamu, Tuhan, untuk hanya memberikan aku hal hal yang bahagia itu, tanpa meminta hal-hal yang membuat aku terluka? Membuat aku menangis? Karena kala aku menangis, aku tau awan ikut menangis bersamaku, lalu awan berusaha menghiburku dengan memberi pelangi yang indah, khas dengan lengkungannya, dan berharap aku bisa tersenyum indah seperti pelangi.

Well, awan. Ku rasa kau harus kecewa. Aku memang sudah bisa tersenyum sekarang, tapi aku yakin orang-orang yang di luar sana, yang sangat mengenalku, pasti yakin, ada yang kurang lengkap dari senyumanku.. Pelangiku masih hilang. Mungkin nanti, kala pelangiku sudah kembali bersinar, aku akan tersenyum kembali :)