biarlah gelas menjadi saksi; betapa ku mencinta(mu)

biarlah gelas menjadi saksi; betapa ku mencinta(mu)
karena cinta yang sederhana tidak pernah menuntut.

Rabu, 30 Desember 2015

2015.

Tidak terasa, hari ini sudah tanggal 31 Desember 2015. Hari terakhir di 2015. Hari yang membuat saya merenung, memikirkan apa saja yang sudah saya lakukan dan yang sudah terjadi di 2015 ini.

2015 merupakan tahun di mana saya membuang-buang waktu saya, seolah waktu adalah sesuatu yang bisa saya peroleh kembali. 2015 merupakan tahun di mana saya membuang waktu saya untuk hal tidak penting, dan disaat bersamaan juga saya berlari, marathon dengan waktu, mengejar kelulusan saya di kampus. Berkebut dengan waktu, berharap semua akan berjalan lancar dan studi saya akan habis pertengahan tahun 2016.

2015 merupakan tahun gado-gado bagi saya. Melupakan idola lama saya, setelah sekian tahun dia merupakan poros hidup saya. Memang ya manusia, tinggal tunggu jenuhnya saja. Padahal saya pikir, saya tidak akan pernah bisa lepas dari dia, loh.

2015 tahun saya punya obsesi baru. Meskipun rata-rata baru memulai obsesi sejak 2014, tapi baru tekun fangirling di tahun 2015 ini.

2015 ini saya datang ke konser live Pentatonix. Konser yang selamanya mungkin hanya menjadi mimpi saya. Tidak setitik pun datang pemikiran bahwa mereka akan datang ke negara saya dan mengadakan konser. Malam itu, 31 Mei 2015, saya kategorikan dalam deretan malam paling indah yang pernah terjadi di hidup saya.

2015 ini saya belajar, bahwa perasaan cinta kepada lawan jenis adalah hal yang bodoh untuk dikhawatirkan di umur sekarang. Iya, saya sudah 21 tahun. So what? Kuliah juga belum kelar.

2015 menempa saya menjadi sosok yang lebih sarkastis. Moto "I hate people" semakin saya junjung, mengingat beberapa manusia yang saya letakkan kepercayaan telah menghancurkannya berkeping, menyapunya seperti percaya bukan sesuatu hal yang penting.

2015 membuat saya merasa saya pantas kuliah pendeta. Masalah internal yang membuat saya percaya diri menyelesaikannya. Jungkir balik kisah hidup saya dan keluarga di tahun ini, entah mengapa membuat iman saya semakin kuat. Saya jadi semakin percaya ada satu kekuatan luar biasa yang mengatur jalannya hidup dan kehidupan. Betapa ajaib kekuatanNya.

2015, terutama akhir-akhir tahun ini, tahun terakhir kuliah saya. Tiada hari tanpa mengeluh, tiada hari tanpa lelah. Pontang panting kesana kemari demi menyelesaikan semua yang harus saya selesaikan, sampai rasanya saya tidak sanggup lagi memikirkan sesuatu hal yang bisa cukup kuat untuk membuat saya waras.

2015, berlalu seperti hanya seminggu. Saya merasa waktu berjalan terlalu cepat, tapi di saat bersamaan saya pun tidak dapat banyak mengingat apa saja yang sudah terjadi di tahun ini. Mungkin karena saya telah menutup rapat hati saya, menguncinya, dan tidak membiarkan sembarang orang (dan perasaan) masuk.

2015 yang indah. 2015 yang kuat. 2015 yang sedih, tapi bisa dilalui dengan baik. 2015 yang sedikit banyak telah mengubah saya menjadi sosok lebih baik (mungkin).

Terimakasih...
*menunduk sopan, berbisik terimakasih kepada alam, semesta, apapun yang telah berharmonisasi memberi hidup dan kehidupan*


dear 2016, saya siap.

Senin, 14 Desember 2015

Life Changing

Sejak tahun 2012 saya merantau ke negeri orang, sudah banyak sekali hal yang berubah dari diri saya. Sudut pandang, kepribadian, kemandirian.. Kalau sebelum merantau saya adalah anak manja yang semua maunya harus dituruti, sekarang sih, well, sama aja *halah*

Tapi ya gitu, i'm glad my parents send me aboard to study. Life changing yang sungguh changing me to be a better person.

Satu yang saya selalu khawatir sejak awal keputusan saya mau kuliah dan merantau adalah, "nanti gereja di mana, ya?" karena saya adalah orang yang (sok) religius. Tapi serius, 1 kali aja ga gereja, rasanya ga tenang seminggu kedepan, ada aja yang salah.

Saya udah khawatir banget, dan ternyata, tangan Tuhan jauh lebih ajaib daripada pemikiran manusia. Baru sekian menit sampai di sini, saya sudah langsung bertemu dengan saudara seiman, ya meskipun dia katolik dan saya protestan, tapi tetap saja, saya langsung tenang. "Wah, saya ada temen ke gereja!" pikir saya waktu itu.

Dan tara, Holy Family Church Kajang menjadi rumah saya sejak tahun 2012 sampai pertengahan 2015 kemarin. Gereja mereka yang katolik, yang notabene berbeda dari agama saya yang sebenarnya adalah protestan, tidak pernah menjadi masalah untuk saya. Karena di sana, saya menemukan keluarga. Saya menemukan semangat. Saya menemukan tawa, yang memotivasi saya, memberi saya semangat menjalani hari untuk seminggu kedepannya. Selain ibadah rutin hari minggu, kami selalu latihan paduan suara hari jumat. Dan setiap sabtu atau minggu setelah ibadah, kami luangkan waktu untuk rutin nongkrong bareng, mengakrabkan diri.

My second family.

Sedihnya, pertengahan tahun 2015 ini, bulan Juni lebih tepatnya, saya memutuskan angkat kaki dari gereja ini. Perpisahan itu bukan hal yang mudah. Perubahan juga bukan hal yang mudah, tidak semua orang menyukainya. Kepergian saya yang tanpa mengucapkan selamat tinggal menghancurkan hati saya sendiri. Saya menuliskan kisahnya di sini.

Sejak Juni 2015, saya mencari gereja baru. Lagi-lagi, tangan Tuhan yang ajaib itu menuntun saya. Perlahan, menuju rumahNya, tempat saya bisa memuji dan memuliakan namaNya. Terbawalah saya ke Gereja Berita Injil Antiokhia. Tempatnya, wiiih luar biasa jauh dari daerah rumah saya. Tapi itulah, tangan Tuhan bisa aja bawa saya kesana.

Di sana, lagi-lagi saya menemukan keluarga baru. Mereka yang menerima saya apa adanya. Mereka yang paham permasalahan saya. Mereka yang mau mendengar cerita saya. Mereka yang siap dengan sejuta leluconnya, membuat kami semua tertawa.

Di sana, saya menemukan kenyamanan baru. Perihal kami yang harus berputar sana sini, bolak balik stasiun kereta demi menempuh perjalan ke gereja sana, tidak pernah kami jadikan masalah. Rasa damai itu, mahal untuk didapat. Tidak akan saya buang begitu saja.

Keluarga baru saya.

Sedih, baru bertemu mereka di tahun terakhir kuliah saya di sini. Setelah ini, terserah tangan Tuhan mau membawa saya kemana. Tapi untuk sekarang, saya bersyukur, untuk keluarga baru saya. :)

*post ini ditulis setelah berhasil move on.. kemarin2 tiap hari minggu, dalam hati selalu ngomong "kangen holy family deh.. pengen gereja di sana, deh.."