biarlah gelas menjadi saksi; betapa ku mencinta(mu)

biarlah gelas menjadi saksi; betapa ku mencinta(mu)
karena cinta yang sederhana tidak pernah menuntut.

Rabu, 23 Januari 2013

surat untuk suamiku kelak

dear calon perenggut hatiku, kau sedang apa? apa kau ingin tau apa yang sedang aku lakukan sekarang? aku sedang membayangkan, membayangkan bagaimana wajahmu berbentuk, bagaimana senyummu tersirat, bagaimana kedua matamu memiliki pelangi yang selama ini aku cari, bagaimana kedua bentuk bibirmu begitu pas dan sempurna untuk mengecup pipi dan bibirku. kalau kamu? apa kamu sedang membayangkan aku?

dear kamu, kamu yang siap menghabiskan sisa waktumu dengan aku, aku ingin mencintaimu seperti ini: seperti kedua kaki yang terlalu malas menghitung langkah-langkah yang telah mereka lewati bersama, karena memang menjadi sebuah keharusanlah bagi mereka untuk melangkah bersama, sehingga mereka merasa waktu mereka takkan cukup untuk menghitung langkah-langkah yang telah dan akan mereka lakukan bersama.

aku ingin kencintaimu seperti ini, seperti kedua kelopak mata yang selalu berkedip dan berdampingan bersama, seperti mereka yang bahkan selalu saling mengiringi kemanapun mereka pergi, karena mereka sadar mereka tak bisa hidup tanpa satu dan lainnya.

aku ingin mencintaimu seperti ini, seperti kedua paru-paru yang tidak pernah berhenti menghirup dan menghembuskan nafas untuk kehidupan tuannya. aku mau kita seperti itu sayang, rela menghabiskan seumur hidup untuk kebaikan yang lainnya.

dear calon pemilik hatiku, kamu harusnya tahu persis, apa-apa saja yang bisa membuatku tersenyum dan apa-apa saja yang bisa seketika menghancurkan kebahagiaanku. tapi, satu mungkin yang tidak pernah kau tahu, aku tidak akan pernah tidak tersenyum saat melihatmu sayang. saat melihatmu tersenyum, saat melihatmu terlelap, saat melihat keningmu berkerut memikirkan masalahmu di kantor, saat melihat matamu yang bersinar bahagia setiap melihat ada yang menarik perhatianmu.. aku selalu suka semua gerak gerikmu sayang, bahkan sampai detail terkecil sekalipun.

kamu harusnya tahu, aku tidak bisa memasak dengan rapih di dapurku sendiri. aku tidak pernah suka rasa pahit kopi tanpa pemanis, aku benci masakan pedas, dan aku tidak pernah bisa tidur di saat cahaya memenuhi satu ruangan. tapi, kau selalu menjadi partner yang baik dalam membuat dapur kita berantakan, dan kemudian kita tertawa, lalu membersihkan dan membereskannya bersama. kau juga selalu menjadi seseorang yang tahu persis seperti apa rasa manis yang aku mau dalam segelas kopiku. kamu pun paling tahu, setiap kali aku merasa makanan yang terlalu pedas, kau bahkan pernah bercanda padaku kau akan membawakan seluruh air di lautan agar aku tak lagi merasa kepedasan. dan saat berada di ruangan yang penuh dengan cahaya sementara aku ingin terlelap dan kau tidak punya kuasa untuk menghilangkan cahaya itu, kedua telapak tanganmu yang hangat selalu kamu gunakan sebagai pelindung agar cahaya tak lagi mengganggu mataku yang manja ini, sehingga aku bisa tertidur dengan senyum yang terukir di wajahku.

dear suamiku kelak, kamu, kelak ingin punya berapa anak? aku selalu membayangkan sebuah rumah kecil sederhana bertingkat dua dengan halaman luas, aku akan menyusun lantai dua sebagai kamar anak kita, dan akan membuat kamar-kamar itu seindah mungkin. dua anak kita pasti akan sangat membuat rumah kecil kita ramai, ya? mereka akan berkejaran di lapangan. si sulung, si pria yang akan selalu melindungi adik perempuannya. sesederhana itu inginku, sayang. bagaimana denganmu?

dear suamiku kelak, beritahu aku jika kamu sudah siap datang dan siap mencintaiku, dan aku akan mencintaimu seperti ini, seperti matahari yang tiada pernah berhenti bersinar.

surat ini di tulis olehku, yang sudah tidak sabar untuk mencintaimu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar