biarlah gelas menjadi saksi; betapa ku mencinta(mu)

biarlah gelas menjadi saksi; betapa ku mencinta(mu)
karena cinta yang sederhana tidak pernah menuntut.

Senin, 10 Oktober 2011

Andai saja

Hay gelasku. Apa kabarmu hari ini? Baik? Syukurlah.. Apa? Kau bertanya kabarku? Aku masihlah aku yang sama. Tidak pernah berubah. Hanya saja, hari ini, aku sedang tidak Mampu berpikir. Taukah kau mengapa aku tidak bisa berpikir? Karena dia. Lagi lagi dia. Bayangannya begitu ketat membalut otakku, sampai rasanya aku susah untuk bernafas. Taukah kau gelasku? Sekarang dia sudah tidak di sini. Dia telah terbang dengan sekumpulan besi yang membawanya meninggalkanku pergi ke salah satu kota yang telah berbeda pulau dengan tempat aku tinggal sekarang ini. Dan kau tau apa yang aku lakukan? Apa? Mengucapkan selamat jalan? Tidak.. Aku tidak punya cukup keberanian untuk melakukan itu, gelasku. Aku tidak berani. Kami sudah berbeda. Kami tidak sama seperti dulu lagi. Mungkin dia berkata, 'kita kakak adik' tapi aku masih tidak percaya. Kami bukan orang yang sama sejak malam kejadian itu. Aku tidak percaya semua ini!! Taukah kau gelasku? Aku bukan hanya tidak dapat memiliki seseorang yang aku sayangi, tapi aku juga kehilangan seorang sosok kakak yang dulu sempat aku miliki. Aku menyesal. Andai saja dulu aku dapat menahan perasaan ini. Andai saja pada malam itu aku tidak menangis. Andai saja dia tidak mengetahui perasaanku. Andai saja...

Dan sekarang, wahai gelasku, maukah kau ke dapur, dan membuatkan ku secangkir kopi? Karena meskipun ini sudah larut malam, bisa di pastikan aku tidak bisa tidur. Bisa di pastikan aku tidak dapat terlelap, karena lagi lagi, bayangnya membalut ketat otakku, dan membuatku susah bernafas

Yang terakhir, meski bukan untuk terakhir kalinya, aku mengucapkan selamat belajar untukmu di tanah rantau orang. Aku memang tak berani mengucapkannya secara langsung tapi setidaknya, semoga gelasku Mampu menyampaikannya padamu. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar