biarlah gelas menjadi saksi; betapa ku mencinta(mu)

biarlah gelas menjadi saksi; betapa ku mencinta(mu)
karena cinta yang sederhana tidak pernah menuntut.

Selasa, 11 Oktober 2011

surat untuk suamiku kelak


Surat untuk suamiku kelak…

Seorang pria yang kuinginkan menatapnya sampai kumati, yang ingin kutemani terjaga dikala kami berduka. Disuatu hari di mana aku sanggup mengesampingkan ketakutanku untuk mengikat diriku dengan sejumlah janji yang ditandatangani.
*** 

Hanya untukmu, priaku

Terkadang dikala lamunan merasukiku tiba-tiba, aku mulai menerka seperti apa kau berwarna. Seperti apa alismu tergaris, atau bagaimana deretan gigimu berjajar dibalik tawamu yang sempurna. 

Aku, layaknya wanita lain di dunia, memimpikan yang terbaik dari semua yang bisa dibayangkan, kami wanita—tak pernah bosan menguap asa.

Kau, tentu yang sedang datang semakin mendekat. Dan aku, sesuatu yang tentu sedang berusaha untuk kau temukan, akan berdiri di detik yang sama dan saling berkata cinta. 

Aku menghayalkan hari itu, mungkin dicuaca lembab langit musim peralihan. Dengan kulitku yang lusuh dan sepatuku yang butut ini, mengiring langkah yang kau tapaki untuk masa depan kita. 

Kamu terhenti, menatap peluh yang jatuh mengalir di tepian garis wajahku dan tanpa bicara mengeluarkan cincin yang kau sembunyikan disepanjang perjalanan. Lalu menatapku lekat-lekat penuh kesungguhan sembari mengatakan,

“Kamu tahu, apa yang kutahu- aku hanya ingin kamu saat ini. Aku mengerti, kamu tak suka janji, maka aku hanya akan berucap. Menikahlah denganku. Dan mari kita bahagiakan anak-anak kita.”

Saat itu, di hari dimana kamu melamarku, aku akan berjinjit dan mengecup keningmu. Lalu kamu pun merangkul pinggulku sembari berbisik, 

“Kumohon, lupakan semua yang buruk dari kita detik ini dan katakan saja iya.”

Aku akan tertawa tanpa bersuara dan bertanya, "Kau tahu apa yang membuatku mampu mencintaimu?"

Kau menggeleng lemah, lalu melonggarkan pelukan kita, “Katakan kenapa?”

“Kesederhanaan. Kamu selalu mampu menyederhanakan kesedihanku.” Dan kamu pun mengecup pipiku lembut

***
Untukmu priaku, 

kamu tahu pasti aku benci seledri atau rasa pahit pada kopi tanpa susu. Kamu mengerti bahwa aku tak bisa memasak rapih di dapurku sendiri. Ketika aku begitu sering menumpahkan gelas yang berada di dekatku dan selalu berhasil membuat segala hal rapih menjadi berantakan.

Dan kamu akan selalu mejadi penyingkir seledri, pembuat kopi susu terbaik di dunia, penangkap setiap gelas yang jatuh. Dan menjadi rekanku membersihkan dapur kita.

Suamiku kelak, kamu mencintai bagaimana caraku menatap semua kekuranganmu, bagaimana aku mengartikan kemarahanmu, bagaimana aku mampu mendengar semua yang tak sempat terucapkan olehmu.

Dan aku mencintaimu karena; kamulah yang kunanti hingga larut berselimut, kamulah yang ingin kujumpa ketika pagi menghampiri matahari. 

Kamu, mengerti dengan baik—bahwa aku bukanlah kesempurnaan.

Lalu kita akan bersama, hingga kelak waktuku habis, atau hingga kelak waktumu mengering.



Yang tak sabar mencintaimu,

Istrimu kelak


ReBlog : www,mangkokata.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar